Terapi kelompok adalah terapi
yang dilakukan melalui sebuah kelompok namun memiliki kegiatan yang terstruktur
dan memberikan efek terapeutik bagi anggotanya. Efek terapeutik yaitu kegiatan
yang dilakukan dalam kelompok akan memberikan efek terapi kepada masing-masing
anggota. Mereka akan belajar untuk membuka diri mereka, menceritakan masalah
mereka, mendengar pendapat atau saran dari anggota lain.
Cara
melakukan terapi kelompok
Langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam terapi kelompok adalah:
- Tahap Intake
Tahap
ini ditandai oleh adanya pengakuan dari klien mengenai masalahnya yang
mungkin tepat dipecahkan melalui terapi kelompok ataupun terapis juga dapat
menelaah situasi yang dialami klien. Tahap intake disebut
juga sebagai tahap kontrak antara terapis dengan klien, karena pada tahap ini
terdapat persetujuan dan komitmen antara terapis dan klien untuk melakukan
kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui terapi kelompok.
- Tahap Assesmen dan
Perencanaan Intervensi
Terapis dan para anggota terapi
(klien) mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang
rencana tindakan pemecahan masalah. Pada tahap ini juga dibahas tempat atau
ruangan pelaksanaan terapi kelompok, frekuensi pertemuan, lama pertemuan dan
waktu yang dibutuhkan.
- Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota untuk
membentuk suatu kelompok harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling
mungkin mendapatkan manfaat dari keterlibatannya dalam kelompok. Dalam
pembentukan kelompok harus mempertimbangkan tipe permasalahan, persamaan
tujuan, persamaan jenis kelamin untuk masalah-masalah tertentu dan tingkatan
umur.
Minat dan ketertarikan individu
terhadap kelompok juga penting diperhatikan, karena anggota yang memiliki
perasaan positif terhadap kelompok akan terlibat dalam berbagai kegiatan
kelompok secara teratur.
- Tahap Pengembangan Kelompok
Norma-norma, harapan-harapan,
nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul dalam tahap ini sehingga
dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas serta relasi yang berkembang
dalam kelompok. Oleh karena itu, pada tahap ini terapis memegang peranan
penting untuk dapat membantu kelompok mencapai tujuan.
·
Taraf permulaan.
Dalam langkah ini, terapis perlu membicarakan apakah waktu yang telah
ditentukan dan disepakati bersama itu tetap bisa dilaksanakan, lalu
menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota yang satu dengan yang lainnya
karena tiap anggota harus saling menghormati agar apabila anggota yang satu
sedang berbicara maka anggota yang lain dapat memperhatikan, adanya keterbukaan
antara anggota yang satu dengan yang lain serta dengan terapis, lalu
menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota kelompok dengan terapis, serta
adanya kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan.
·
Mengembangkan dan
memelihara situasi kelompok.
·
Melakukan diskusi,
saling berbagi pendapat dan pengalaman, serta memecahkan masalah
- Tahap Evaluasi dan Terminasi
Dalam langkah ini terapis perlu
melihat sejauh mana keberhasilan terapi kelompok yang telah dijalankan melalui
evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dilakukanlah terminasi atau
pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasakan pertimbangan dan alasan
mengenai tujuan individu maupun kelompok tercapai, waktu yang ditetapkan telah
berakhir, kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya, serta keberlanjutan
kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.
Manfaat
terapi kelompok
- Dapat mengidentifikasi
masalah bersama orang lain yang memiliki permasalahan yang sama
- Dapat membantu klien untuk
meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien lain sehingga setiap dari
mereka dapat saling mendukung
- Dapat membantu menghilangkan
perasaan-perasaan terisolasi dalam diri klien
- Dapat membantu menghilangkan
kecemasan-kecemasan yang dirasakan oleh klien
- Dapat mendorong klien untuk
membicarakan perasaan-perasaan batinnya dengan sepenuh hati
- Dapat membantu klien untuk
melepaskan ketegangan dalam diri yang telah dipendam
- Dapat meningkatkan klien
untuk berpartisipasi serta bertukar pikiran dan masalah dengan orang lain.
Kasus-kasus
yang diselesaikan dalam terapi kelompok
Terapi kelompok dapat menjadi
terapi pilihan untuk orang yang masalahnya terutama antarpribadi dan yang tidak
mengalami gangguan psikiatrik utama. Terapi kelompok juga baik untuk orang yang
hanya memerlukan tempat dimana ia dapat mencoba perilaku yang baru dan
mempraktekkan keterampilan sosial yang baru. Berikut kasus-kasusnya :
- Kecanduan alcohol, obat-obat
terlarang dan rokok
- Kekerasan seksual
- Stress dalam menghadapi
penyakit yang di derita
- Trauma
- Korban bullying
- Insomnia
- Permasalahan hubungan sosial
- Orang yang mengalami masalah
emosional
- Siswa yang mengalami
kesulitan belajar
Contoh Kasus:
Alice, 54 tahun. Ketika
keluarganya akhirnya membujuknya untuk berobat ke klinik rehabilitasi alkohol.
Ia jatuh terguling tangga kamar tidurnya saat dalam keadaan mabuk, dan mungkin
kejadian tersebut yang akhirnya membuatnya mengakui bahwa ada yang salah dengan
dirinya. Kebiasaan minumnya menjadi tidak terkendali selama beberapa tahun
terakhir. Ia mengawali hari dengan minum, berlanjut sepanjang pagi, dan pada
siang hari ia berada dalam kondisi mabuk total. Ia jarang ingat tentang
berbagai hal yang terjadi selepas tengah hari. Sejak awal masa dewasa ia minum
secara rutin, namun jarang pada siang hari dan tidak pernah sampai mabuk.
Kematian suaminya secara mendadak dalam sebuah kecelakaan mobil dua tahun
sebelumnya telah memicu peningkatan frekuensi minumnya, dan dalam enam bulan
kebiasaan minumnya telah berubah menjadi pola penyalahgunaan alkohol yang
parah. Ia tidak memiliki keinginan untuk keluar rumah dan berhenti melakukan
berbagai aktivitas sosial dengan keluarga dan teman-temannya. Upaya yang
berulang kali dilakukan keluarganya untuk membuatnya membatasi konsumsi alkohol
hanya memicu pertengkaran.
Terapi yang cocok untuk kasus
diatas adalah terapi kelompok. Dengan terapi kelompok klien mendapat kesempatan
untuk belajar cara berinteraksi sosial atau bersosialisasi, yaitu
memperkenalkan diri pada anggota kelompok, cara berkenalan dengan orang lain,
bercakap-cakap dengan orang lain, dan melakukan kegiatan sehari-hari. Dengan
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut klien dilatih untuk tidak menarik diri
ataupun menghindar dan klien akan mampu melakukan interaksi dengan orang lain.
Referensi:
Kompasiana. Ketergantungan dan Penyalahgunaan Alkohol. (diakses
13/07/2015) http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2014/01/07/ketergantungan-dan-penyalahgunaan-alkohol-622963.html
Semiun,
Y. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta:
KANISIUS
Suharto,
E. (2007). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri – CSR.
Bandung: Refika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar