Person Centered Therapy
Berdasarkan sejarahnya, teori konseling yang dikembangkan
Rogers ini mengalami beberapa perubahan. Pada mulanya dia mengembangkan
pendekatan konseling yang disebutnon-directive counseling (1940). Pendekatan
ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu yang
terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling.Pada 1951 Rogers
mengubah namanya menjadi client centred counseling sehubungan dengan perubaghan
pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya reflektif terhadap
perasaan klien. Enam tahun berikutnya, pada 1957 Rogers mengubah sekali lagi
pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person (person centred),
yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman
baik pada klien maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya
pada saat hubungan konseling berlangsung.
Konseling berpusat pada
person ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi,
sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, pendekatan konseling
ini masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam kaitan ini Geldard
(1989) menyatakan bahwa karya Rogers ini memiliki kekuatan (powerfull) dan
manfaat (userfull) dalam membantu klien.
A. KONSEP TERAPI
Person Centered Therapy didasarkan pada falsafah sifat
naluri manusia yang menegaskan adanya usaha untuk beraktualisasi diri.
Selanjutnya, pandangan Rogers tentang sifat naluri manusia adalah
fenomenologis, yaitu kita membentuk diri sendiri sesuai dengan persepsi kita
tentang realitas. Kita dimotifasi untuk mengaktulisasikan diri kita sendiri
dalam lingkup prsepsi kita akan realitas.
Teori Rogers bertumpu pada suatu asumsi bahwa klien bisa
memahami faktor dalam hidup mereka yang menjadikan mereka tidak bahagia. Mereka
juga memiliki kapasitas untuk mengarahkan diri mereka sendiri dan mengadakan
perubahan pribadi yang konstruktif. Perubahan bisa terjadi apabila terapis yang
kongguren mampu bersama klien menciptakan sutau hubungan yang bercirikan
keikhlasan, penerimaan dan pemahaman empati. Konseling terapeutik didasari
hubungan saya/Anda atau dari orang ke orang, dalam suasana penerimaan di mana
klien membuang pembelaan diri yang kaku dan mau menerima dan mengintegrasikan
aspek yang selama ini mereka ingkari atau mereka porak porandakan.
Pendekatan Person Centered Therapy menekankan hubungan
pribadi antara klien dan terapis, sikap terapis lebih bersikap kritis
dibandingkan dengan pengetahuan, teori atau teknik. Pendekatan ini memberikan
pertangungjawaban utama pada pengarahan terai pada klien. Klien dikonformasikan
pada kesempatan untuk menentukan sendiri dan berkompromi dengan kekuatan
dirinya sendiri.
B. UNSUR-UNSUR
TERAPI
a. Munculnya
masalah atau gangguan
Orang-orang memiliki kencendrungan dsar yang mendorong
mereka ke arah pertumbuhandan pemenhan diri. Gangguan-gangguan psikologis pada
umumnya terjadi karena orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju
kepada aktualisasi diri.
b. Tujuan terapi
Pendekatan Person Centered Therapy diarahkan ke kebebasan
dan integrasi individu pada tingkat lebih tinggi. Fokusnya adalah pada si
pribadi, bukan pada problema yang dikemukakan oleh klien. Menurut pandangan
Rogers (1977) sasaran terapi tidak hanya sekedar menyelesaikan problema.
Melainkan, membantu klien dalam proses pertumbuhannya, sehingga dia akan bisa
lebih baik menangani problema yang dihadapinya sekarang dan yang akan mereka
hadapi di masa depan. Sasaran yang dianggap penting oleh terapi adalah bisa
menciptakan suasana yang kondusif yang bisa menolong si individu menjadi orang
yang berfungsi secara penuh. Rogers (1961) melukiskan orang yang makin mejadi
teraktualisasi sebagai yang memiliki keterbukaan terhadap pengalaman, percaya
pada diri sendiri, sumber evaluasi internal dan kesediaan untuk tumbuh secara
berlanjut..
c. Peran terapis
Peranan Person Centered Therapy mengakar pada cara mereka
berada dan sikap, bukan pada teknik yang didesain untuk membuat klien mau
“berbuat sesuatu”. Penelitian pada Person Centered Therapy nampaknya menunjukan
sikap terapis, dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik yang menjadi
fasilitator terhadap perubahan pribadi pada diri klien. Pada dasarnya, terapis
menggunakan dirinya sebagai instrumen perubahan. Manakala mereka berhadapan
empat mata dengan klien, peranannya adalah menjadi tidak memegang peranan.
Jadi, Person Centered Therapy menciptakan hubungan yang bersifat menolong
dimana klien bisa mengakami kebebasan yang diperlukan untuk menggali kawasan
hidupnya yang sekarang ini tidak disadari keberadaannya atau porak poranda.
C. TEKNIK PERSON
CENTERED THERAPY
a. Evolusi metode
Person Centered Therapy
Dalam kerangka Person Centered Therapy tekniknay adlah
mendengarkan, menerima, menhormati, memahami dan berbagi. Bersikeras dengan
pengguna teknik dilihat sebagai hal yang menjadikan hubungan itu tidak memiliki
sifat kepribadian lagi. Tekniknya haruslah ungkapan yang jujur dari terapinya,
teknik-teknik itu tidak bisa digunakan berdasarkan kepuasan diri, oleh karena
dengan demikian konselor itu tidak asli. Menurut Combs (1988), pendekatan
Person Centered Therapy yang ada sekarang dipahami sebagai yang terutama untuk
proses menolong klien bisa menemukan makna personal yang baru dan lebih
memuaskan tentang diriny sendiri dan dunia temapt ia tinggal.
Meskipun pendekatan Person Centered Therapy terutama
diaplikasikan pada konseling individual dan kelompok, ternyata pendekatan itu
melebarkan sayapnya melampaui kawasan praktek terapeutik. Kawasan aplikasi yang
penting termasuk pendidikan, kehidupan keluarga, kepemimpinan, dan
administrasi, perkembangan organisasi, perawatan kesehatan, aktivitas
antara-rasial dan antar-budaya, hbungan internasional dan pencarian pada
perdamaian dunia (Cain,1986a). Oleh karena sudah berevolusi, pendekatan itu
telah mencakup isu-isu sosial yang lebih luas, terutama penyelesaian konflik
diantara kelompok masyarakat yang berbeda-beda.
b. Kawasan aplikasi
Penelitian ini berguan bagi pelatiahan para praktisi, oleh
karena metodenya mengandung sifat-sifat penyelamatan yang sudah siap pakai.
Ditekankan untuk tetap bersama klien sebagai lawan dari mendahului mereka
dengan interpretasi-interpretasi. Jadi, pendektana ini lebih aman dibandingkan
dengan banyak model terapi yang menempatkan terapis dalam posisi di pemberi
arahan dalam hal pemberi interpretasi, penentuan diganosis, penelitian alam
tidak sadar, pengalisisan mimpi, dan bekerja menuju perubahan yang rebih
radikal,
REFRENSI:
Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan
Psikoterapi. Edisi ke-4. Semarang: IKIP Semarang Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar